Sabtu, 12 Desember 2015

Ya, faktor pekewuh dan alasan umur, terkadang jadi sebab kenapa akhirnya beberapa jomblo sampe halal memutuskan menerima si dia untuk lanjut ke jenjang pernikahan. Padahal, jauh dari relung hatinya, ada keraguan teronggok disana. Tapi apa daya, dia tidak kuasa menolak karena pekewuh dengan yang menjodohkan. Dia ustadz terpandang, merupakan pimpinan umum dsb.

Apalagi, umur juga turut berbicara. Tahun depan bahkan sudah masuk kepala tiga. Ustadz yang menjodohkan sedari awal sudah mewanti-wanti agar jangan menikah melebihi umur dua lima. Karena, katanya, ikhwan-ikhwan kalau nyari istri yang umurnya di bawah dua lima. Jika dia sampai menolak kali ini, mungkin ustadz yang menjodohkan tidak akan mau lagi menyarikan.

Ortu pun terus saja mendesak untuk segera menikah. Setiap hari mereka mengeluh lantaran para tetangga maupun kerabat selalu bertanya, kapan kita menikah. Melihat raut sedih kedua orang tua, anak mana yang tidak tercekat hatinya?

Tapi, sekali lagi, jauh dari relung hati itu, sesungguhnya ada keraguan jika sosoknya akan menjadi imam yang tepat bagi kita. Meskipun shalat istikharah sudah dijalankan berulang kali, tetap hati ini sebetulnya belumlah mantap untuk menerima dia sebagai pelabuhan terakhir. Tetapi, mau bagaimana lagi? Tak ada pilihan lain selain menjawab iya, lantaran pekewuh dan kepentok umur!

Ketahuilah, sobat, bahaya jika kita nekat menikah karena dua alasan ini. Berharap, kita menikah untuk menyempurnakan agama, bisa jadi yang tercipta justru malah sebaliknya.

Keraguan akan sosoknya untuk menjadi imam yang tepat semakin menjadi-jadi setelah kita tahu kekurangan demi kekurangannya. Apalagi, jika sedari awal saja kita sudah ragu, bagaimana mungkin kita akan memandangnya dengan kacamata ikhlas? Bahkan rasa kasih dan sayang tak juga muncul karena yang dilihat hanya kekurangannya saja.

Akhirnya menjadi kufurlah sudah. Suami yang kita harap bisa mengantarkan ke syurgaNya, justru malah sebaliknya. Kita terjungkal ke neraka karena pernikahan ini.

Maka, pilihlah dia karena Allah. Bukan karena pekewuh atau kepentok umur. Pilihlah dia karena hati kita memang benar-benar yakin. Keyakinan itu timbul sebagai jawaban dari shalat istikharah yang kita tunaikan.

Jika memang ragu, maka tinggalkanlah. Begitulah yang disabdakan nabi Saw. Tak perlu risau soal umur. Karena jodoh itu bukan soal terlalu cepat atau terlambat. Allah-lah yang kuasa menjodohkan hambaNya dengan sangat pas di waktu yang tepat.

Apa Yang Menjadikan Kita Ragu?

Ada baiknya, kita telaah ulang, sebetulnya apa yang menjadikan kita ragu. Jangan-jangan kriteria yang kita tentukan untuk memilih pasangan terlalu muluk-muluk. Ada lho akhwat yang menetapkan pilihannya harus yang seperti ayahnya. Padahal setiap orang mempunyai keunikan masing-masing yang tak bisa disamakan satu sama lain.

Nabi Saw menasihati umatnya tentang 4 kriteria dalam memilih pasangan, yakni harta, keturunan, rupa dan bagaimana agamanya. Satu yang tidak boleh lepas adalah agamanya. Agama menjadi prioritas utama dalam memilih pasangan.

Pertimbangan agama disini tentu tidak hanya dilihat apakah dia sudah ngaji atau belum, atau berapa lama dia mengaji. Agama itu mencakup keseluruhan. Bagaimana akhlaknya, shalatnya (apakah rajin shalat jama'ah di masjid), semangat ngajinya, pengamalan hasil yang dikaji, perjuangan dakwahnya, dan sebagainya.

Selain itu, nilai kepimpinan juga turut jadi poin penting disini. Kenapa? Ya, karena setelah menikah dia akan menjadi pemimpin untuk istri dan anak-anaknya kelak. Jika nilai kepemimpinan dalam dirinya rendah, maka bagaimana mungkin dia akan menjadi sosok pemimpin yang bijaksana bagi keluarganya?

Sebagai pemimpin, tentu dia harus punya rasa kepercayaan diri yang tinggi. Jika sedari awal saja dia merasa minder dengan keadaan dirinya yang tidak sebanding dengan istrinya, alamat dia akan jadi suami 'tertindas' nanti.

Di samping itu, wibawanya sebagai pemimpin harus ada dalam dirinya. Dia harus bisa disegani dan dihormati istri. Jika dia minderan atau selalu mengalah dengan tindakan istri (padahal tindakannya salah), bagaimana mungkin dia akan disegani sebagai pemimpin?

Suami juga berkewajiban mendidik, mengarahkan istrinya ke arah kebaikan. Istri itu ibarat tulang rusuk yang bengkok. Untuk meluruskannya harus dengan hati-hati sekali dan penuh kesabaran. Apabila diluruskan dengan kasar, dia akan patah, sebaliknya jika dibiarkan akan semakin bengkok.

Jika suami yang didambakan itu tidak memiliki beberapa yang penulis sebutkan diatas, maka adalah keputusan yang tepat untuk menolak sosok yang seperti ini. Tetapi jika dia memiliki nilai seperti yang penulis utarakan diatas, adalah rugi besar jika kita sampai menolak atau merasa ragu hanya karena dia berbeda strata dengan kita. Hanya karena dia lulusan SMA. Hanya karena dia bukan PNS. Atau hanya karena dia belum punya pekerjaan yang mapan. Semoga kita tidak salah memilih.

Sumber gambar : google
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!