Minggu, 14 September 2014


 Ariyani (bukan nama asli) sampai menangis saat mencurahkan apa yang ia rasakan kepada temannya. Air matanya terus bercucuran ketika ia mengungkapkan bagaimana perasaannya saat itu. Hatinya begitu patah hati saat mengetahui orang yang dicintainya ternyata sudah melamar wanita lain.
Ariyani rupanya salah mengartikan perhatian dari seseorang. Ia kira, orang yang selalu mengirimkan sms dan sering mengirimkan komentarnya dalam setiap update status-nya itu menyukainya. Ternyata ia hanya salah sangka atau bahasa anak mudanya: ke-GR-an. Karena ikhwan itu justru memilih wanita lain untuk menjadi istrinya. Bukan dirinya.
Padahal Ariyani sudah menunggu lama. Ia benar-benar berharap ikhwan tersebut datang melamarnya. Karena menantinya, ia bahkan menolak untuk dita’arufkan dengan ikhwan lain. Tapi yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang, sampai kemudian ia mendengar ikhwan yang dekat dengannya itu sudah mengkhitbah wanita lain.
Apa yang dialami Ariyani ternyata juga menimpa Mahmud (bukan nama asli). Mahmud juga salah mengartikan dari kebersamaan yang terjalin dengan salah satu teman kerjanya. Ia kira, akhwat tersebut menyimpan hati dengannya. Sampai-sampai ia kepedean untuk menunggu si akhwat hingga lulus kuliah. Tapi apa yang terjadi justru lain cerita, karena si akhwat malah dilamar oleh ikhwan lain sebelum ia lulus kuliah.
Ariyani ataupun Mahmud mungkin tak sendiri. Banyak dari sobat muda juga pernah mengalami hal yang sama. Beginilah buntut dari hati yang tidak dijaga. Membiarkan perasaannya membuncah dengan harapan-harapan semu. Lalu  impian indah itu harus dihancurkan oleh kenyataan lain. Dan patah hati menjadi torehan paling menyakitkan jika dibiarkan masuk dalam perasaan.


Menjaga Hati

Sebagai orang yang sudah mengaji, sudah pasti kita tidak akan meniru-niru budaya pacaran yang dilakukan oleh orang pada umumnya. Tetapi rupanya ada “penyakit” lain yang banyak menghinggapi sobat muda, yakni gaya pertemanan yang terjalin antara ikhwan dan akhwat.
Ariyani dan Mahmud mungkin tak sampai mengalami patah hati jika sang ikhwan atau sang akhwat tersebut tidak menjalin pertemanan yang begitu dekat dengannya. Akan lain ceritanya jika mereka tidak mengumbar obrolan meski ini hanya via sms atau chatting di media sosial. Ariyani bisa jadi tidak akan salah mengartikan kedekatan yang terjalin jika sang ikhwan tersebut tidak memberikan perhatian berlebih kepadanya. Mahmud pun begitu. Ia tidak akan ke-GR-an bahkan sampai berani sesumbar kepada temannya jika sang akhwat menyukainya andaikan tidak menanggapi sms atau pesan-pesan di inbox-nya.
Meski ini tidak dinamakan pacaran seperti orang pada umumnya, tetapi menjalin kedekatan seperti kisah Ariyani dan Mahmud tadi akan sangat banyak mudharatnya. Bukan hanya menorehkan luka di hati tetapi bisa juga akan menimbulkan trauma. Lantaran terlanjur mencintai, ia sampai menolak untuk dita’arufkan dengan orang lain karena hatinya yang belum siap menerima jika bersanding dengan yang lain. Bagaimanapun, ia tidak ingin menikah jika perasaannya masih tertaut pada seseorang yang mengisi relung hatinya. Untuk menata hati, melupakan orang yang tak layak dicintai, membutuhkan waktu yang lama dan tidak setiap orang mudah melakukannya.
Entah apakah sang ikhwan atau akhwat memang menyimpan perasaan yang sama, tetapi menjalin kedekatan antara dua insan berbeda jenis ada larangannya dalam Islam. Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” [QS Al-Israa’ [17] : 32]
Allah melarang hamba-Nya mendekati jalan-jalan yang bisa menjurus pada zina. Meski kedekatan yang terjalin hanya sebatas mengirim sms, pesan melalui inbox atau chatting di media sosial, tetapi jika yang diobrolkan bukan sesuatu yang mengandung manfaat melainkan banyak mudharatnya, tentu obrolan macam ini tidak dibenarkan dalam Islam. Syaitan bisa berperan lebih jauh lagi. Tanpa kita sadari, kita telah banyak melakukan kemaksiatan karena jalinan kedekatan seperti ini.
Mungkin kita masih bisa menghalau, tidak sampai melakukan pacaran sebagaimana orang pada umumnya bahkan hingga berbuat zina. Tetapi jika setiap hari sms-an, saling membalas komentar tak kenal henti di dunia maya, chatting di media sosial siang malam, ini jelas akan mengundang banyak sekali mudharat di belakangnya.
Jika ada yang berkilah, “Obrolan kita hanya sekadar saling memberi nasihat atau hanya untuk berdiskusi.”, tetapi kenapa yang sering diberi nasihat dan diajak berdiskusi adalah seorang wanita? Apalagi obrolan ini tidak terjadi dalam forum umum yang memungkinkan orang lain ikut berdiskusi di dalamnya, melainkan ini hanya melibatkan dua insan berbeda jenis saja.
Ingat hadits Rasulullah Saw, “Janganlah salah seorang diantara kalian berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” [HR. Ahmad] Meski berdua-duaan disini hanya lewat media, tetapi obrolan antara dua insan berbeda jenis ini sangat riskan godaan untuk berlaku maksiat.
Memberi nasihat itu merupakan hal yang bagus. Mengajak berdiskusi membicarakan hal-hal yang baik itu juga merupakan hal yang bagus. Tetapi kenapa harus memilih-milih siapa yang diberi nasihat dan diajak berdiskusi? Lebih-lebih yang diajak menjadi teman berdiskusi sehari-hari itu adalah seorang wanita.
Sudah menjadi tugas kita sebagai seorang muslim menasihati saudara kita agar selalu berjalan di jalan yang diridhai-Nya. Tetapi bukan lantas kita memilih-milih siapa yang pantas dinasihati, apalagi jika sasarannya selalu ditujukan pada seorang wanita.
Bukan berarti kita tidak boleh berbicara kepada seseorang yang berlainan jenis dengan kita. Agar tidak terjadi mudharat di belakangnya, kita hanya membicarakan yang sewajarnya dan seperlunya. Termasuk, menghindari pula obrolan-obrolan yang hanya melibatkan dua insan berbeda jenis. Jika terpaksa (karena begitu penting) pembicaraan hanya mencakup yang penting-penting saja dan tidak menambah-nambah obrolan lain yang tidak terlalu penting.
Ini dalam rangka menjaga hati, baik hati kita sendiri maupun orang lain. Agar tidak ada lagi Ariyani-ariyani lain yang salah mengartikan dari kedekatan yang terjalin. Atau Mahmud-mahmud lain yang salah menduga dari sikap terbuka sang akhwat yang seolah-olah memberi ruang kesempatan untuk menjadi pendampingnya kelak.
Jangan sampai apa yang dialami Ariyani dan Mahmud juga mendera kita. Maka, pintar-pintarlah menjaga hati. Mohonlah kepada Allah, agar kita bisa menjaga hati dari perasaan-perasaan yang belum layak masuk hingga relung hati. Karena yang pantas berada disana hanyalah orang yang menjadi pasangan kita kelak yang disatukan lewat pernikahan. Sungguh indah jika kita bisa menjaga hati sampai kita menikah nanti.   
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!