Ariyani (bukan nama asli)
sampai menangis saat mencurahkan apa yang ia rasakan kepada temannya. Air
matanya terus bercucuran ketika ia mengungkapkan bagaimana perasaannya saat
itu. Hatinya begitu patah hati saat mengetahui orang yang dicintainya ternyata
sudah melamar wanita lain.
Ariyani rupanya salah
mengartikan perhatian dari seseorang. Ia kira, orang yang selalu mengirimkan
sms dan sering mengirimkan komentarnya dalam setiap update status-nya itu menyukainya. Ternyata ia hanya salah sangka
atau bahasa anak mudanya: ke-GR-an. Karena ikhwan itu justru memilih wanita
lain untuk menjadi istrinya. Bukan dirinya.
Padahal Ariyani sudah
menunggu lama. Ia benar-benar berharap ikhwan tersebut datang melamarnya. Karena
menantinya, ia bahkan menolak untuk dita’arufkan dengan ikhwan lain. Tapi yang
ditunggu-tunggu tak kunjung datang, sampai kemudian ia mendengar ikhwan yang
dekat dengannya itu sudah mengkhitbah
wanita lain.
Apa yang dialami Ariyani
ternyata juga menimpa Mahmud (bukan nama asli). Mahmud juga salah mengartikan
dari kebersamaan yang terjalin dengan salah satu teman kerjanya. Ia kira,
akhwat tersebut menyimpan hati dengannya. Sampai-sampai ia kepedean untuk menunggu si akhwat hingga lulus kuliah. Tapi apa
yang terjadi justru lain cerita, karena si akhwat malah dilamar oleh ikhwan
lain sebelum ia lulus kuliah.
Ariyani ataupun Mahmud
mungkin tak sendiri. Banyak dari sobat muda juga pernah mengalami hal yang
sama. Beginilah buntut dari hati yang tidak dijaga. Membiarkan perasaannya membuncah
dengan harapan-harapan semu. Lalu impian
indah itu harus dihancurkan oleh kenyataan lain. Dan patah hati menjadi torehan
paling menyakitkan jika dibiarkan masuk dalam perasaan.
Menjaga Hati
Sebagai orang yang sudah mengaji, sudah pasti kita tidak akan meniru-niru budaya pacaran yang dilakukan oleh orang pada umumnya. Tetapi rupanya ada “penyakit” lain yang banyak menghinggapi sobat muda, yakni gaya pertemanan yang terjalin antara ikhwan dan akhwat.
Ariyani dan Mahmud mungkin
tak sampai mengalami patah hati jika sang ikhwan atau sang akhwat tersebut
tidak menjalin pertemanan yang begitu dekat dengannya. Akan lain ceritanya jika
mereka tidak mengumbar obrolan meski ini hanya via sms atau chatting di media sosial. Ariyani bisa
jadi tidak akan salah mengartikan kedekatan yang terjalin jika sang ikhwan
tersebut tidak memberikan perhatian berlebih kepadanya. Mahmud pun begitu. Ia
tidak akan ke-GR-an bahkan sampai
berani sesumbar kepada temannya jika sang akhwat menyukainya andaikan tidak
menanggapi sms atau pesan-pesan di inbox-nya.
Meski ini tidak dinamakan
pacaran seperti orang pada umumnya, tetapi menjalin kedekatan seperti kisah
Ariyani dan Mahmud tadi akan sangat banyak mudharatnya. Bukan hanya menorehkan
luka di hati tetapi bisa juga akan menimbulkan trauma. Lantaran terlanjur
mencintai, ia sampai menolak untuk dita’arufkan dengan orang lain karena
hatinya yang belum siap menerima jika bersanding dengan yang lain. Bagaimanapun,
ia tidak ingin menikah jika perasaannya masih tertaut pada seseorang yang mengisi
relung hatinya. Untuk menata hati, melupakan orang yang tak layak dicintai,
membutuhkan waktu yang lama dan tidak setiap orang mudah melakukannya.
Entah apakah sang ikhwan
atau akhwat memang menyimpan perasaan yang sama, tetapi menjalin kedekatan antara
dua insan berbeda jenis ada larangannya dalam Islam. Allah berfirman yang
artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” [QS Al-Israa’
[17] : 32]
Allah melarang hamba-Nya
mendekati jalan-jalan yang bisa menjurus pada zina. Meski kedekatan yang
terjalin hanya sebatas mengirim sms, pesan melalui inbox atau chatting di
media sosial, tetapi jika yang diobrolkan bukan sesuatu yang mengandung manfaat
melainkan banyak mudharatnya, tentu obrolan macam ini tidak dibenarkan dalam
Islam. Syaitan bisa berperan lebih jauh lagi. Tanpa kita sadari, kita telah
banyak melakukan kemaksiatan karena jalinan kedekatan seperti ini.
Mungkin kita masih bisa
menghalau, tidak sampai melakukan pacaran sebagaimana orang pada umumnya bahkan
hingga berbuat zina. Tetapi jika setiap hari sms-an, saling membalas komentar
tak kenal henti di dunia maya, chatting
di media sosial siang malam, ini jelas akan mengundang banyak sekali mudharat
di belakangnya.
Jika ada yang berkilah,
“Obrolan kita hanya sekadar saling memberi nasihat atau hanya untuk
berdiskusi.”, tetapi kenapa yang sering diberi nasihat dan diajak berdiskusi
adalah seorang wanita? Apalagi obrolan ini tidak terjadi dalam forum umum yang
memungkinkan orang lain ikut berdiskusi di dalamnya, melainkan ini hanya
melibatkan dua insan berbeda jenis saja.
Ingat hadits Rasulullah Saw,
“Janganlah salah seorang diantara kalian
berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan
menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” [HR. Ahmad] Meski
berdua-duaan disini hanya lewat media, tetapi obrolan antara dua insan berbeda
jenis ini sangat riskan godaan untuk berlaku maksiat.
Memberi nasihat itu
merupakan hal yang bagus. Mengajak berdiskusi membicarakan hal-hal yang baik
itu juga merupakan hal yang bagus. Tetapi kenapa harus memilih-milih siapa yang
diberi nasihat dan diajak berdiskusi? Lebih-lebih yang diajak menjadi teman
berdiskusi sehari-hari itu adalah seorang wanita.
Sudah menjadi tugas kita
sebagai seorang muslim menasihati saudara kita agar selalu berjalan di jalan
yang diridhai-Nya. Tetapi bukan lantas kita memilih-milih siapa yang pantas
dinasihati, apalagi jika sasarannya selalu ditujukan pada seorang wanita.
Bukan berarti kita tidak
boleh berbicara kepada seseorang yang berlainan jenis dengan kita. Agar tidak
terjadi mudharat di belakangnya, kita hanya membicarakan yang sewajarnya dan
seperlunya. Termasuk, menghindari pula obrolan-obrolan yang hanya melibatkan
dua insan berbeda jenis. Jika terpaksa (karena begitu penting) pembicaraan
hanya mencakup yang penting-penting saja dan tidak menambah-nambah obrolan lain
yang tidak terlalu penting.
Ini dalam rangka menjaga
hati, baik hati kita sendiri maupun orang lain. Agar tidak ada lagi Ariyani-ariyani
lain yang salah mengartikan dari kedekatan yang terjalin. Atau Mahmud-mahmud
lain yang salah menduga dari sikap terbuka sang akhwat yang seolah-olah memberi
ruang kesempatan untuk menjadi pendampingnya kelak.
Jangan sampai apa yang
dialami Ariyani dan Mahmud juga mendera kita. Maka, pintar-pintarlah menjaga
hati. Mohonlah kepada Allah, agar kita bisa menjaga hati dari perasaan-perasaan
yang belum layak masuk hingga relung hati. Karena yang pantas berada disana
hanyalah orang yang menjadi pasangan kita kelak yang disatukan lewat
pernikahan. Sungguh indah jika kita bisa menjaga hati sampai kita menikah
nanti.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)