Pages - Menu

Minggu, 22 Mei 2016

Merasa Lebih Suci




Tanpa disadari, terkadang kita dihinggapi perasaan seperti ini: merasa lebih suci. Kita sibuk menilai orang lain, bahkan sampai kadar taqwanya, sementara keburukan sendiri luput dari perhatian.

Ya, karena kita merasa lebih suci dari mereka!

Pernah satu ketika saya jalan dengan dua teman kuliah, satu tidak (belum) berjilbab, dan satu berjilbab mini. Saat itu ada kerabat yang melihat, dia langsung komentar begini, "Itu temanmu kok pada kayak gitu?" Tahu, kan maksudnya apa?

Ah, memangnya kenapa jika saya juga berteman dengan mereka? Orang mungkin akan sibuk menilai dengan dia yang tidak berjilbab, atau sudah berjilbab tapi masih mini. Tapi tidak tahukah mereka? Meski belum berjilbab, dia sangat lugu sekali. Dia tetap menjaga pergaulan dari lawan jenis. Dan seringkali saya diajak diskusi soal agama.

Saya tahu, dalam berteman, kita harus mencari kawan yang bisa mengarahkan pada kebaikan. Saya punya sahabat-sahabat seperti ini, mereka adalah sahabat dekat saya. Tetapi saya juga berteman baik dengan mereka yang belum berhijrah. Karena dengan beginilah, saya bisa berdakwah dengan mereka. Walaupun dakwah ala saya adalah dengan contoh dan sharing secara tidak langsung, lengkap dengan gaya saya yang sedikit kacau itu. Hehe.

Hanya sayangnya, banyak dari kita 'terhunus' oleh perasaan lebih suci. Kita merasa lebih suci dari mereka yang tidak berjilbab atau berjilbab tapi masih mini. Kita lupa bahwa mereka hanya belum berjilbab sesuai syariah seperti kita. Boleh jadi karena mereka belum paham, atau sudah paham tapi masih bimbang. Tanpa kita tahu, sebetulnya mereka tengah berproses menuju ke arah sana (sesuai tuntunan Islam).

Saya contohkan dari kisahnya seorang akhwat yang kerja di dekat kantor saya dulu. Ketika itu jilbabnya mini dan tipis. Orang mungkin akan sibuk nyinyir di belakang, "Itu kok ngerekrut karyawan yang jilbabnya mini?" Ya, karena dia juga bekerja di salah satu unit usaha yang dimiliki oleh yayasan dakwah, tempat saya mengaji.

Tapi tahukah mereka jika dia tengah berproses? Dia rajin ikut Tahsin. Dia semangat sekali belajar Tahsin. Bahkan saya saja kalah semangat darinya. Beberapa kali dia ketahuan tengah mengamati saya (hahaha, boleh ke-GR-an dikit ya? Karena dia bukan ikhwan, gak pa-pa, #ngek :D). Saya tebak, dia penasaran dengan gaya berjilbab saya yang tipis tapi 'didobeli' pakai jilbab tebal di dalamnya. Ya, karena saya sering dapat pertanyaan kayak gini.

Beberapa minggu kemudian, dia melebarkan jilbab tipisnya yang 'didobeli' dengan jilbab tebal di dalamnya. Dari belakang kamera, diam-diam saya tersenyum simpul. Dalam hati saya mengucap syukur dan berdoa agar dia istiqomah.

Maka, jangan kita merasa suci, teman. Allah berfirman yang artinya, "...janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa." (QS. An-Najm 32).

4 komentar:

  1. Nyesss..

    Kadang yg komentar seperti itu dari luar kelihatan "suci" ya Mba.. Padahal Allah melarang ada kesombongan sedikit pun dalam hati kita. Terima kasih untuk catatan ini Mba.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, mbak... Betul banget... Artikel ini juga buat ngingetin saya pribadi. Ya, yang namanya manusia, terkadang ada khilaf, kita merasa lebih baik ketimbang mereka.

      Padahal hidup ini proses. Kita tdk tahu ke depan seperti apa. Bisa jadi malah sebaliknya. Na'udzubillah. Semoga kita semakin istiqomah, ya mbak... :)

      Hapus
  2. iya benar mba isna, dulu saya baru belajar dan senang mengikuti pengajian kampus, tapi teman2 ekstrim banget tidak membolehkan memakai celana, saya tau itu benar tapi cara memberitaukannya bikin saya kaget, akhirnya saya malah keluar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, kayak teman saya itu, mbak. Dia juga dikritik karena pakai kulot.

      Saya dulu pas awal-awal di kampus juga jilbabnya kecil. Sampai teman saya yang ikut organisasi rohis itu dapat teguran karena masih akrab dengan kami.

      Ah, mungkin tujuan mereka baik, untuk menjaga hati agar tidak terpolusi. Husnudzon saja. Hihihi.

      Kalau menurut hemat saya, mbak. Pakai celana panjang, selama tidak mepet di kaki, dengan atasan yang lebar dan panjang, plus jilbab yang sudah menutupi bagian dada, insya Allah sudah aman kok, mbak. Sejauh ini kan nggak ada larangan memakai celana panjang, kan? Yang dilarang itu yang memperlihatkan bentuk lekuk tubuh. Ini yang saya dapat dari tausiah ustadz, tempat saya ngaji, mbak. :)

      Hapus

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)