Pages - Menu

Senin, 09 November 2015

Ujian Keikhlasan Usai Menetapkan Pilihan

Meski kita sudah mantap menerima pinangan seseorang, bisa jadi kita akan diuji dengan keadaan yang terkadang membuat keikhlasan kita sedikit goyah. Terselip pula sebetik penyesalan, andai kita menunda menetapkan pilihan.

"Kamu tahu si A itu?"
"Kenapa?"
"Dia berniat melamar kamu lho! Tapi karena kamu sudah keduluan dilamar orang lain, dia terpaksa mengurungkan niatnya."

Si A adalah teman SMA yang kita kenal yang kini sukses merintis bisnis rental mobil. Bukan hanya si A saja yang hendak meminang rupanya. Ada si B, seorang dosen muda di universitas negeri yang juga kita kenal (meski tak mengenal lebih detail). Ada pula si C, yang merupakan praktisi kesehatan.

Selain mereka, sosok-sosok yang sebetulnya punya niat untuk meminang--tanpa pernah mencoba mendekati lewat jalan ilegal-- ternyata baru bermunculan selepas kita memantapkan pilihan. Padahal sebelum ini, kita sempat dibuat bingung saat orang tua bertanya, "Apa kamu sudah punya calon? Jika sudah ada, suruh dia ketemu sama bapak."

Kita bahkan menunda-menunda mengirimkan profil/proposal ke pimpinan karena berharap bisa bernasib seperti mereka: tanpa menyetor profil, tahu-tahu sudah datang lelaki shaleh yang melamar. Tapi nyatanya, ditunggu-tunggu tak jua ada. Satupun tak ada. Sementara pimpinan terus bertanya, mau sampai kapan nyetor profilnya.

Dan saat kita memutuskan mengirimkan profil kepada pimpinan, beberapa kali kita dita'arufkan dengan ikhwan-ikhwan yang profilnya tidak 'sekeren' ikhwan yang ketahuan berniat meminang. Mereka hanya lulusan SMA, ada yang sarjana tapi masih pengangguran, ada pula yang sudah bekerja tapi gaji hanya seberapa. Mereka ini juga tidak kita kenal sebelumnya. Kita yang memimpikan suami aktivis dakwah ternyata juga tidak kita temukan pada sosok-sosok ini.

Sampai pilihan kita jatuh pada sosoknya, seseorang yang kita tidak menemukan alasan untuk menolaknya. Dia mungkin jauh dari angan kita, tapi, sekali lagi, kita tidak menemukan alasan yang dibenarkan agama untuk menolaknya. Pekerjaannya mungkin tak sekeren mereka yang terlambat meminang. Penghasilannya pun begitu. Dia juga bukan aktivis yang vocal di depan menyerukan dakwah, tetapi hanya warga ngaji biasa yang istiqomah mengamalkan hasil kajinya.

Tapi dialah pilihan kita. Dialah jawaban dalam shalat istikharah kita. Mungkin kita menilai, alangkah baiknya andai kita menikah dengan salah satu diantara mereka. Tetapi, Allah Maha Tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Dia menjodohkan hamba-Nya dengan sangat pas di waktu yang tepat.

Tentu adalah dilarang andaikan kita membatalkan pinangan yang telah disepakati hanya karena ada sosok lain yang dinilai lebih mapan. Rasulullah Saw juga bersabda, "Tidak boleh seseorang meminang atas pinangan saudaranya sehingga peminang sebelumnya itu meninggalkannya atau memberi ijin kepadanya." (HR. Ahmad, Bukhori, dan Nasai)

Dan sampailah kita pada hari pernikahan itu. Rupanya ujian keikhlasan belum berhenti sampai disini. Di hari bahagia itu, ada saja orang yang keceplosan memberitahu, jika sosok yang dinanti dalam diam itu ternyata juga punya niatan yang sama. Seperti mereka yang terlambat meminang.

Mendengar kenyataan ini, bagaimana reaksi kita? Bisa jadi keikhlasan kita bukan lagi sedikit goyah, melainkan sudah sangat-sangat goyah. Andai hati semakin dilingkupi syaitan, rasa ikhlaj menerima bagaimanapun keadaan pasangan bisa saja ambruk tak bersisa. Apalagi dalam perjalanannya sosok yang menjadi pasangan kita ternyata jauh dari yang diimpikan. Sementara ada banyak ikhwan lain yang sosoknya lebih "elok" dari pasangan kita, terpaksa mengurungkan niat meminang karena kita lebih dulu memantapkan pilihan.

Penyesalan mungkin menyelimuti. Andai kita tak buru-buru menetapkan pilihan. Andai kita sedikit menunda. Andai kita...

Ah, mengapa jadi berandai-andai? Padahal jika kita bijak menelaah ulang, kenapa kita mantab memilihnya? Siapa yang menjadikan hati kita yakin untuk menerimanya?

Semua karena Allah. Dia-lah yang kuasa menjodohkan hambaNya. Dia Maha Tahu yang terbaik bagi hambaNya. Mungkin kita menilai dia baik untuk kita, tetapi belum tentu menurut Allah. Allah berfirman yang artinya, "...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kami menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah 216)

Karena jodoh itu bukan menurut angan kita, tetapi sesuai kehendakNya. Percayalah, tak ada jodoh yang keliru atau tertukar. Tak ada jodoh yang terlalu cepat atau terlambat. Karena Dia kuasa menjodohkan hambaNya dengan sangat pas di waktu yang tepat.

Sesungguhnya Allah hanya menguji keikhlasan kita, bagaimana jika dihadapkan pada keadaan seperti ini. Apakah kita akan tetap ikhlas, goyah atau malah kufur?

Tentu jawabannya adalah yang pertama. Karena bagaimanapun dialah pilihan kita. Bersamanya kita mantap membina rumah tangga. Dan yakinlah dengan pilihanNya. Jika kita memandang pasangan kita dengan kacamata ikhlas, insyaAllah Allah akan tunjukkan betapa pasangan kita sangat pas dan tepat bagi kita. Lewat perjalanan waktu, mata kita akan terbuka betapa dia yang terbaik bagi kita. Dia mampu melengkapi kekurangan kita, menyempurnakan kelebihan kita, sehingga kita bisa bersatu padu saling mendukung satu sama lain. Dan semoga karena perjodohan ini mengantarkan kita pada JannahNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf komentarnya saya moderasi. Hanya untuk memastikan ada komentar dan komentarnya sopan. Terima kasih. :)